Ruangan itu sejuk. Tiga belas foto hitam putih tergantung di sudut kanan ruangan. Di situ ada wajah-wajah sastrawan besar
Rak buku besar berdiri di samping kiri, berisi koran dan majalah. Di dalam etalase kaca yang ada di balik pintu masuk, terhampar buku-buku karya HB Jassin. Terpajang juga pigura berdiri buatan Motinggo Boesye yang di tengahnya bergantung gelas berisi kembang-kembang. Pigura itu diapit puisi Sutardji Calzoum Bachri:
tujuh sayap merpati
sesayat langit perih
dicabik puncak gunung
sebelas dari sepi
dalam duka rupa
tiga menyan cuka
mengasapi duka
puah!
kau jadi kau!
kasihku.
Suasana itu akan ditemui di Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin yang berada di Kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat. Sangat tenang. Kawasan yang dikenal sebagai pusat pendidikan Kota Jakarta. Mungkin lebih enaknya dijuluki lokasi wisata cum pendidikan.
Lokasinya memang nyaman dan tenang. Sejuk dengan pendingin ruangan. Di tempat itu, jangan berharap bisa mencari buku-buku umum layaknya Perpustakaan Nasional. Hanya buku-buku sastra yang bisa diperoleh, selain majalah, koran, kaset, dan video yang berkaitan dengan sastra.
Pengelolanya juga sudah menyiapkan tempat membaca yang nyaman. Maklum, dokumen-dokumen itu tidak diperjualbelikan alias hanya baca ditempat. Alternatif lainnya, dokumen itu bisa difoto kopi.
Menurut Sunarto, salah seorang petugas PDS HB Jassin, ruangannya tidak hanya digunakan untuk membaca. Beberapa sastrawan sering mengadakan diskusi maupun pertemuan antara penulis dengan pembaca. Biasanya, ada sejumlah siswa yang ingin bertemu langsung dengan sosok sastrawan
“Ruangan ini bisa menampung seratusan siswa. Biasanya untuk bertemu dengan sastrawan, pihak PDS yang membantu mengatur waktunya. Kadang dijadikan tempat diskusi,” ujarnya.
PDS HB Jassin didirikan pada 28 Juni 1976. Lembaga inilah yang mendokumentasikan semua hasil cipta sastra
HB Jassin adalah sastrawan
Dokumentasi sastra di sini terbilang lengkap. Dari yang berbentuk buku, kliping, naskah tulisan tangan, naskah tulisan ketik, sampai naskah surat-surat pribadi. Jumlah koleksinya mencapai angka ribuan. Buku fiksi sebanyak 16.816 judul, nonfiksi 11.990 judul, dan ratusan koleksi lainnya.
Sunarto mengatakan, buku koleksi PDS memang tidak diperjualbelikan atau dipinjamkan. Alasannya, buku itu adalah inventaris yang jumlahnya sangat terbatas. Biasanya, pengunjung sekadar mencatat atau foto kopi.
PDS terbuka untuk umum. Jam berkunjung dari pukul 09.00 hingga 15.00 pada hari Senin hingga Kamis. Sedangkan hari libur, tutup. Dia mengatakan, kebanyakan pengunjung adalah anak-anak sekolah yang mendapat tugas dari sekolah untuk mencari arsip tentang kesusastraan.
“Petugas akan langsung membantu mencarikan arsip informasi yang dibutuhkan. Tinggal menyebutkan judul atau pengarangnya, buku langsung disediakan. Suasana tenang, kita upayakan agar pengunjung nyaman,” ujar Sunarto.
Komaruddin, salah seorang pengunjung mengatakan, punya kenyamanan sendiri membaca buku atau arsip kesusatraan di PDS. Baginya, tempat ini bukan hanya tempat membaca. Kalau sedang jenuh, bisa nongkrong di teater TIM 21 serta nonton pementasan seni.
Biasanya, dia mengunjungi PDS bersama teman kelompok belajarnya ketika ada tugas dari sekolah untuk membuat artikel tentang kesusastraan. “Sambil jalan-jalan dan sambil belajar juga. Sayangnya, hari libur tutup. Sementara pada hari biasa kami sekolah. Jalan satu-satunya, minta izin guru,” ujar siswa SMU 1 Jakarta.
0 Komentar