Di pintu kedua yang tak jauh dari tubuh kaku itu, beberapa orang tertidur di ruangan yang dijadikan tempat sembahyang bagi umat Islam. Hanya ada beberapa bangku panjang yang sedang ditiduri dua orang pria. Ruang itu terasa pengap. Hanya ada satu cahaya neon dan satu kipas angin model gantung. Sisanya, penerang dan udara dari alam.
Ruangan itu, ada etalase kaca layaknya kios pedagang. Menjual sarung, celana dalam, minyak wangi, sampai kapur barus yang harganya bervariasi, dari yang harganya Rp5000-an sampai Rp85.000-an. Sunyi dan hanya sesekali saja, ada orang yang ngobrol sambil berlalu. Tidak terlalu panas. Bangunan itu, didesain dengan langit-langit sekira tingginya 10 meter.
Terus masuk lebih dalam, akan ditemui peti mayat bertumpuk dua susun. Hanya peti mayat, kosong. Ukuran panjangnya dua meter dengan lebar kisaran 50 centimeter. Warnanya kecoklatan tua, tampak masih rapi dan kokoh. Sebagian terselip di bawah lintasan jalan rata menuju lantai dua yang mengarah ke ruangan lemari mayat.
Selain ditemui peti dan keranda mayat, beberapa tumpuk kayu nisan yang sudah diberi angka tanpa nama itu, tersandar di tembok yang tak jauh dari peti mati kosong itu. Saya membayangkan, kayu tak bernama itu untuk mayat-mayat yang dikenal.
Saya juga melihat ada tumpukan kayu nisan yang sudah diberi angka bernomor 037 tanpa dicantumkan nama. Kayu-kayu itu, tersandar di tembok yang tak jauh dari peti mati kosong itu. Saya membayangkan, kayu tak bernama itu untuk mayat-mayat yang dikenal.
Masih dilantai dua. Tak jauh dari tempat penyimpanan mayat, ada ruangan terbuka berukuran 4x4 meter, ada dipan kayu. Biasa dijadikan sebagai tempat pemandian mayat. Suasana sepi, mungkin yang menyebabkan ruangan itu menjadi menyeramkan. Tak ada bau apapun, seperti yang selama ini banyak diceritakan orang.
Itulah kamar mayat Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo (RSCM) yang berada di Jalan Salemba,
Bagi Hasbullah, 47 tahun, suasana keseraman dan keangkeran kamar mayat RSCM, tidak ada pengaruh dengan pekerjaannya. Cerita horor yang membuat masyarakat takut, menurutnya, tidak beralasan. Dia mengatakan, “tidak ada yang seram dari kamar mayat ini.”
Sudah 22 tahun dia bekerja di instalasi jenazah, tidak pernah melihat hal yang aneh atau mendengar suara-suara menakutkan. Apalagi, ada cerita-cerita hantu gentayangan. Tidak hanya siang, suasana malam pun sudah terbiasa layaknya ruangan pekerjaan lain. “Selama ini tidak pernah ada yang aneh,” tuturnya.
Hasbullah kelahiran
Sebelum menjadi penjaga mayat, dia menjadi supir oplet di
Di tahun 1985, seseorang kawan menawarkan pekerjaan. Kebetulan sedang sangat dibutuhkan untuk tenaga baru. “Awalnya, tidak disebutkan sebagai pekerja mayat,” ujarnya. “Teman hanya bilang, pekerjaannya sehari-sehari melihat darah.”
“Ternyata kerjanya sebagai penjaga mayat. Teman menyarankan agar kesempatan itu diambil saja. Apalagi menyangkut masa depan dan akan mendapatkan status sebagai pegawai pemerintah. Punya dana pensiun,” kenangnya.
Dia bingung. Orang tuanya juga mendukung dan menyarankan agar pekerja itu diterima. Apalagi, kata Hasbullah, ibunya beralasan selama ini pekerjaan yang dilakoninya sebagai supir tidak punya penghasilan tetap. “Akhirnya, saya coba saja dulu,” tuturnya.
Awalnya di RSCM, dia tidak langsung bekerja di kamar mayat. Lagi-lagi sebagai supir. Bedanya, dia membawa mobil jenazah yang tiap hari antar jemput mayat. Jika malam hari, mau tidak mau, dia turut menemani teman sekerjanya di ruang mayat. Hanya diawal masuk saja, dia merasa tegang dengan suasana kamar mayat RSCM.
Tak lama kemudian, akhirnya diminta untuk turut memandikan mayat dan sekaligus bekerja penuh di ruang jenazah. Sebulanan dia harus menahan rasa jijik dan aroma bau mayat. Dia harus menahan muntahan. Namun lamban laun, suasana seram, jijik, dan angker, akhirnya menjadi teman hidupnya sehari-hari.
Biasanya memandikan mayat pakai sarung tangan, kini lebih leluasa tidak menggunakannya. Yang paling terpenting tangan bersih dan seusai memandikan mayat langsung mencuci tangan. Memandikan mayat atau melihat mayat dengan tubuh hancur tak berbentuk, baginya sudah bukan hal aneh lagi.
Saya menemuinya di ruang administrasi Instalasi Jenasah RSCM. Tempatnya, persis berhadapan dengan peti mati dan keranda tanpa mayat di lantai satu. Dia terlihat tenang. Lelaki ini, mengenakan kopiah hitam dengan baju dinasnya berwarna hijau bercelana katun hitam.
Diruangan itu, ada buku besar. Banyak daftar nama mayat yang dikenal maupun tak dikenal. Dua orang lelaki dari balik loket bertanya kepada Hasbullah tentang adanya mayat yang mati di laut. Lelaki itu ingin mengenali tanda-tanda mayat untuk memastikan korban dari keluarganya atau bukan.
Dengan pertanyaan itu, Hasbullah memberikan dua pilihan, menanyakan ke bagian forensik atau dipersilahkan melihat langsung tubuh mayat tak dikenal itu. Dari banyak orang yang diberikan pilihan itu, kebanyakan memilih yang pertama. “Supaya mereka tidak penasaran, kita tawarin lihat mayatnya. Asalkan jangan muntah saja pas lihat mayatnya,” tuturnya.
“Bukan apa-apa. Khawatir muntah saja. Kalau memang bisa bertahan untuk melihat mayat dan baunya, ya… kita persilahkan untuk mengenali mayatnya. Kita terbuka. Apalagi, mayat yang tidak dikenal,” ujarnya.
Mayat yang datang, tidak pernah mengenal waktu. Saat piket atau lelap tertidur ditengah malam, kadang ada petugas kepolisian yang datang membawa mayat tak dikenal. Kebanyakan, yang matinya kecelakaan atau sudah tergeletak tewas di trotoar. Bahkan, yang tubuhnya hancur dilindas kereta api.
Jika mayat yang tak dikenal dan sudah harus dikubur, karena tidak ada keluarga yang mengambilnya, Hasbullah mengatakan, harus tetap dimandikan. Tubuhnya dirapikan seperti biasa. “Biar tubuhnya sudah hancur, harus tetap dimandikan,” ujarnya. Dia tidak sendiri, ada beberapa teman lainnya. Khusus untuk mayat perempuan, dimandikan oleh penjaga mayat perempuan.
Menjelang petang, Hasbullah terlihat sibuk. Dia harus membuat
0 Komentar