Kelompok Cirebon, Teroris Tak Bertuan.


Peti mati coklat bertuliskan nama Pino Damayanto alias Ahmad Urip, diturunkan dalam lubang kubur Pondok Rangon, Jakarta Timur, Selasa (27/9). Adalah sosok yang membuat syok masyarakat Indonesia yang meledakkan diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Solo, Jawa Tengah pada minggu (25/9).

Inisial Pino cukup mentereng, alias Ahmad Yosepa alias Hayat. Oleh banyak pihak, ia dikaitkan dengan teroris jejaring Cirebon. Kelompok teroris baru yang dikejar kepolisian ini, memulai aksi ledakannya kali pertama di Mesjid Al Dzikra yang berada dalam komplek kepolisian Resort Cirebon, Jawa Barat.

“Sebelum ledakan di Mesjid Al Dzikra pada April 2011 terjadi, kelompok ini juga sempat melakukan pembunuhan terhadap tentara di Cirebon. Itulah kali pertama teror dijalankan,” ujar Taufik Andrie, peneliti teroris dari Yayasan Prasasti Perdamaian.
Hayat Cs, sebenarnya adalah kelompok teroris dari anak-anak muda yang tidak punya pekerjaan. Hanya para jamaah biasa yang gemar mendengarkan ceramah di mesjid-mesjid. Namun, mereka juga gemar berada di antara aksi-aksi yang mengatasnamakan jihad. Kelompok yang tidak ada bedanya dengan komunitas Islam lainnya di Indonesia yang kerap orasi radikal keagamaan. 
 
Hayat Cs mulai rajin mendengarkan dakwah jihad melalui sosok Aman Abdurrahman. Seorang ustadz bernama lengkap Abu Sulaiman Aman Abdurrahman, kelahiran Sumedang, Jawa Barat. Ia ditangkap Densus 88 sebagai pelaku ledakan di rumah kontrakan di kampung Sindang Karsa, Cimanggis, Depok, Jawa Barat tahun 2004. Kemudian dibebaskan tahun 2008. 
 
Saat menjalani sisa masa tahanan tahun 2007-2008 di rumah tahanan Cirebon. Dari situlah, kelompok Hayat Cs dan banyak anak-anak muda Islam radikal lainnya menyambangi Ustad Aman. Lulusan Libya ini tersohor di kalangan teroris sebagai pemikir tauhid dan seruan keras jihad.
 
“Dari dalam penjara, ia (ustad Aman) juga sering dikunjungi anak-anak muda Islam yang hanya untuk sekedar mendengarkan ceramahnya. Bahkan diskusi-diskusi jihad dan lainnya. Anak-anak muda inilah, yang akhirnya sebagian besar menjadi teroris yang dikenal kelompok Cirebon itu,” ujar Taufik Andrie.
 
Dari situlah, embrio kelompok Hayat Cs dimulai. Apalagi, bebasnya Ustad Aman, langsung disandingkan oleh Ustad Abu Bakar Baasyir. Ustad Aman dengan jaringan Tauhid wal Jihad dan Ustad Baasyir sebagai JAT (Jaringan Anshorut Tauhid). Kedua orang ini, punya pamor dikalangan Islam radikal. Hayat Cs kian giat mendengarkan ceramah jihad dari dua ustad itu.
 
Ustad Baasyir cenderung dakwah terbuka dan Ustad Aman lebih senang menerapkan ceramah secara tertutup. Gerakan Ustad Aman inilah, yang justru diminati oleh kelompok Hayat Cs dan jamaah lainnya. “Kajian tertutup ini dilakukan secara intensif. Tapi, Ustad Aman tidak memaksakan jamaahnya untuk berjihad radikal,” ujar Taufik.
 
Tahun 2010, Ustad Aman kembali tertangkap Densus 88 bersama dengan Ustad Baasyir. Dua orang ini dianggap menjadi tokoh latihan militer Aceh. Sebagai donatur dan terlibat dalam perencanaan latihan militer teroris itu. Baasyir sudah divonis 15 tahun penjara dan Aman Abdurrahman harus mendekam 9 tahun. 
 
Tertangkapnya dua ustad itu, Hayat Cs mulai menggalang kekuatan sendiri-sendiri. Diperkirakan, awalnya memunyai anggota 20 orang. Belakangan kian menyusut menjadi 10 orang. Setelah ledakan bom di Mesjid Al Dzikra, Cirebon. Empat orang lainnya buron, termasuk Hayat yang akhirnya tewas bunuh diri saat membom di gereja GBIS, Solo. 
 
“Dana kelompok baru ini, berasal dari penggalangan dana jamaah (infak). Jika tidak mencukupi untuk membuat bom, maka melancarkan perampokan. Karena, merampok untuk gerakannya, juga dianggap jihad,” ujar Taufik. 
 
Kerusuhan Ambon belum lama ini, sebenarnya hanya target sasaran untuk memulai jihad oleh kelompok Hayat Cs. Saat itu, sebagian kelompok gerakan Islam radikal sudah bersiap menuju Ambon. Namun gagal. Dan akhirnya melampiaskan jihadnya di gereja dengan modus; murni teroris.
 
Gerakan teroris Hayat Cs, tidak terorganisir dengan baik dan buruk dalam menjalankan aksinya. Bahkan cenderung ceroboh dalam bertindak. Mereka tidak punya pemikiran layaknya teroris Indonesia sekelas Imam Samudra Cs.
 
“Kelompok Cirebon tidak punya taktik melarikan diri. Yang dipikirkan oleh mereka adalah meneror dengan cara apapun. Akhirnya memilih meledakkan dirinya menjadi cara terakhir,” ujar Taufik. 
 
Untuk aksi bom Solo, Taufik memperkirakan berbiaya murah dengan modal dana Rp1 juta. Tapi dana operasionalnya lebih besar, kira-kira habis Rp50 juta. “Kalau bom Bali, itu biaya besar. Kisaran habiskan dana total Rp400 jutaan,” ujar Taufik.
 
Keberadaan kelompok Cirebon atau Hayat Cs inilah, yang sekarang menjadi bumerang aksi-aksi teroris. Kasat mata, hanya menyisakan tiga orang buron lagi. Mereka bergerak liar dengan modus utamanya sebagai teroris. “Ustad Baasyir dan Ustad Aman, mungkin tidak kenal kelompok Cirebon ini,” ujar Taufik. Seakan menjadi kelompok teroris tak bertuan.




Reactions

Posting Komentar

0 Komentar

Close Menu