Divestasi KPC Makan Korban


Seorang kawan mengirimkan pesan pendek seluler beberapa hari yang lalu. “Awang gerilya ke Jakarta, nyari dukungan karena dijadikan tersangka saham KPC,” isi pesan itu.

Awang yang dimaksud adalah Awang Faroek Ishak, Gubernur Kalimantan Timur. Ia gubernur pertama pelaksanaan pemilihan langsung di negeri penghasil tambang dan migas terbesar itu untuk priode 2008-2013. Sebelum jadi orang nomor satu, ia Bupati Kutai Timur, daerah penghasil batu bara yang seluruh lahannya dieskplorasi PT. Kaltim Prima Coal (KPC).


Saham PT. KPC sebelumnya milik British Petroleum (BP) dan Rio Tinto (RT). Pada tahun 2004, saat alotnya divestasi 51 persen saham KPC karena keinginan pemerintah Kalimantan Timur menguasai divestasi itu, secara mengejutkan terjadi penjualan saham KPC ke Bumi Resources (BR), ini perusahaan milik pengusaha Bakrie yang sekarang sebagai Ketua Umum Partai Golkar.

Saya ingat benar saat itu, situasi begitu tegang. Aksi demontrasi kerap terjadi di Kota Samarinda sebagai ibukota Kalimantan Timur, juga berlangsung di Sanggata, Kutai Timur. Lontar opini terjadi di semua media lokal dan nasional, bahkan ancaman blokade produksi KPC juga dilakukan.

Sedangkan di kalangan pemerintah daerah, hampir setiap malam dilangsungkan rapat jajaran pemerintah Kalimantan Timur dan Kutai Timur, juga melibatkan tokoh masyarakat dan anggota DPRD. Debat dan perang argumentasi, berseliweran di setiap rapat. Saling curiga ada kepentingan pribadi, bukan jadi rahasia umum lagi.

“Pilihan terakhir yang harus kita lakukan adalah melayangkan gugatan abitrase,” ujar Syaiful Teteng, Sekretaris Daerah (Sekda) Kalimantan Timur saat itu. Dan usulan itu diaminin oleh Suwarna Abdul Fatah, Gubernur Kalimantan Timur.

Namun rencana itu sempat didebat. Bupati Kutai Timur Mahyudin sebagai pengganti Awang Faroek Ishak yang mengundurkan diri menjadi calon Gubernur Kalimantan Timur, rada sinis dengan usulan itu. Tak perlu kaget. Mahyudin memang dikenal kedekatannya dengan Bakrie. Kini ia menjadi Ketua Bidang Organisasi, Kader, dan Kepemudaan DPP Partai Golkar era Abu Rizal Bakrie alias Ical.

Abitrase tetap berjalan yang hasilnya belum jelas hingga saat ini. Penjualan saham ke BR akhirnya tak lagi digubris ramai lagi. Pasalnya, 51 persen saham KPC dibagi-bagi berdasarkan rapat kabinet terbatas 31 Juli 2002, diputuskan, komposisi dari 51 persen antara lain; 20 persen jatah pemerintah pusat melalui PT. Tambang Batubara Bukit Asam.

Sedangkan 31 persen dari 51 persen saham PT. KPC jatah, Pemerintah Kalimantan Timur memeroleh 12 persen melalui Perusda Melati Bhakti Satya (MBS), dan 18,6 persen jatah Pemerintah Kutai Timur melalui Perusda Pertambangan dan Energi Kutim.

Nah, pembagian inilah, ternyata dirudung kasus. Kejaksaan Agung menemukan adanya indikasi penyalahgunaan pengelolaan keuangan denga adanya dugaan korupsi hasil penjualan saham Rp576 miliar.

Pada April 2010, Kejaksaan Agung dibantu Kejaksaan Tinggi Kaltim dan Kejaksaan Negeri Kutai Timur menyita dokumen Perusahaan Daerah (Perusda) Kutai Timur, yakni PT. Kutai Timur Energi (KTE) dan PT. Kutai Timur Investama (KTI).

Dari hasil penyidikan itu, Kejagung menetapkan dua tersangka, yaitu Anung Nugroho (Direktur Utama PT Kutai Timur Energy) dan Apidian Tri Wahyudi (Direktur PT Kutai Timur Energy).

Selain pejabat perusda, Kejaksaan sudah memeriksa orang penting yang mengetahui pengelolaan dana saham itu, Sejumlah anggota DPRD Kutai Timur priode 2000-2004 juga sudah dimintai keterangan. Namun, belum ada yang dijadikan tersangka baru hingga saat ini.

Namun pada awal Juli 2010, tiba-tiba Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, M. Amari, menetapkan Gubernur Kaltim Awang Faroek sebagai tersangka kasus divestasi saham PT Kaltim Prima Coal. Ia dijerat Pasal 1 ayat (1), Pasal 3 ayat (5), Pasal 6 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

"Tindakan Awang Faroek itu bertentangan dengan UU tentang Keuangan Negara," katanya M. Amari seperti dikutip Antara.

Ia menjelaskan berdasarkan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKB2B) Nomor J2/Ji.D4/16/82 tanggal 8 April 1982 dan Frame Work Agreement tanggal 5 Agustus 2002 antara PT KPC dengan pemerintah RI, pihak KPC berkewajiban menjual sahamnya sebesar 18,6 persen kepada Pemda Kutai Timur.

Pada 10 Juni 2004, hak membeli saham PT KPC itu dialihkan ke PT KTE.

"PT KTE ternyata tidak memiliki uang untuk membeli saham, sehingga PT KTE berdasarkan Suplemental Atas Perjanjian Jual Beli Saham tanggal 23 Februari 2005, mengalihkan hak membeli sahamnya sebesar 13,6 persen ke PT Bumi Resources," kata Amari.

Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak meradang. Ketetapan itu sangat tidak profesional sebagai aparat penegak hukum. Ia mengganggap, ada kepentingan politik dan bisnis hingga dirinya menjadi tersangka.

“Kesannya, penetapan tersangka lebih cenderung bersifat ada kepentingan. Selama ini belum ada pemeriksaan, sudah ditetapkan sebagai tersangka. Ini, kan lucu. Kejaksaan seolah ingin mengacaukan kondisi Kaltim yang kondusif dengan keputusan yang tidak bisa diterima oleh akal sehat,” ujar Awang Faroek Ishak usai pertemuan dengan Komisi III DPR di Jakarta, Kamis (22/7).

Awang mengemukakan, soal kepemilikan 5 persen saham KPC di PT. KTE, dirinya tidak tahu menahu dan bukan menjadi tanggung jawabnya saat itu. “Karena pada saat kepemilikan saham itu, jabatan bupati Kutai Timur adalah Mahyudin. Itu tahun 2003. Dan tahun 2006, baru saya terpilih kembali menjadi Bupati Kutai Timur,” ujar Awang.

“Jadi, ketika terjadinya kepemilikan saham 18,6 persen akhirnya mengecil jadi 5 persen. Kemudian dibentuknya PT. KTE, saya tidak tahu sama sekali. Ini yang semestinya menjadi kajian pihak Kejaksaan Agung untuk meneliti data terlebih dahulu,” ujar Awang lagi.

“Pada RUPS PT. KTE saya diundang sebagai Bupati Kutai Timur berkapasitas sebagai Pemegang saham PT. KTI yang merupakan induk PT, KTE. Perusahaan ini melaporkan telah diterima devide sebesar US$2,25 juta yang akan masuk disetorkan ke kas daerah dan laporan penjualan saham 5 persen,” ujar Awang.

Dana dari hasil penjualan itulah, Awang mengatakan, agar hasil penjualan 5 persen saham itu sebesar US$63 juta dimasukkan ke Bank Pembangunan Kaltim (Bank Kaltim) selaku kas daerah dan rencana penyertaan modal ke Bank Kaltim sebesar US$ 15 juta.

“Kan tidak salahnya. Dengan saran itu, justru akan mendapatkan hasil yang lebih baik. Dan uang itu juga akan dikelola untuk pembangunan juga. Kan tidak salahnya,” ujar Awang.

Jadi, kemana dana bagi hasil itu? Awang mengatakan, ia tidak mengetahui karena dirinya sedang sibuk mengikuti pemilihan Gubernur Kaltim secara langsung pada tahun 2008. “Saya tidak mengikuti kegiatan-kegiatan soal saham itu. Dan semua di luar sepengetahuannya,” ujarnya.

“Waktu akhirnya menjadi Gubernur Kaltim, saya tidak pernah menjalin komunikasi dengan Dirut PT. KTE dan perusahaan itu tidak pernah lagi membuat laporan tentang rencana penggunaan Hasil penjualan saham. Saya pun tidak pernah menerima honor,” ujar Awang.

Dengan ditetapkannya dirinya sebagai tersangka, Awang mengatakan, ia tetap akan mempertanyakan kinerja Kejaksaan Agung. Ia menyatakan diri tidak gentar dengan proses yang akan dihadapinya. Namun yang sangat disayangkan, Awang mengatakan, keputusan kejaksaan yang tak berdasar itu justru akan memalukan citra penegakan hukum di Indonesia.

“Saya sangat yakin, Presiden SBY akan marah apabila ternyata penegakan hukum oleh Kejaksaan Agung tidak berdasarkan kajian yang mendalam dan lebih banyak mengedepankan sisi kepentingan politis dan bisnis,” ujar Awang.

Dikatakannya lagi, ini bukan yang kali pertamanya dijadikan tersangka oleh Kejaksaan Agung. Sebelumnya, Awang pernah ditetapkan tersangka dalam kasus bukit pelangi yang dianggap merugikan negara. “Tapi hasilnya, ternyata tidak ada yang dirugikan, malah menguntungkan,” ujar Awang.

“Kalau sekarang dianggap lagi merugikan negara, tunjukan kerugiannya. Tidak asal bikin ketetapan. Ini sama saja Kejaksaan Agung bikin resah masyarakat yang memilih saya menjadi Gubernur dan sangat jelas merugikan dan pembunuhan karakter,” ujar Awang.

Antara Awang dan Kejaksaan, kini sudah saling lempar opini. Kejaksaan tetap keukeh adanya dugaan keterlibatan Awang. Pun Awang yang tetap menyanggah dirinya tidak terlibat sama sekali.

Dari silang sekarut ini, surat dari Kejaksaan Agung kepada Presiden SBY untuk izin pemeriksaan Awang, ternyata belum disikapi orang nomor satu negara ini. Sedangkan Menteri Dalam Negeri menyatakan dirinya sudah mengetahui adanya Gubernur Kaltim yang ditetapkan jadi tersangka.

“Kita akan nonaktifkan kalau tersangka sudah jadi terdakwa. Kalau terbukti bersalah, langsung diberhentikan,” ujar Gawaman Fauzi, Menteri Dalam Negeri. Rusman











Reactions

Posting Komentar

0 Komentar

Close Menu