Dalai Lama Terjual Rp700 Juta

Salah satu ruangan di lantai 18 Wisma BCA, Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, sedang ada perhelatan pada pertengahan Nopember 2008. Deretan kursi sudah hampir penuh diduduki para tamu undangan. Semua mata mengarah ke seorang perempuan yang sedang sibuk berceracau di panggung setinggi lutut.


Gadis yang tadi, menyebutkan angka-angka rupiah dengan semangat sambil menyebutkan nama pelukis dan karyanya yang diperlihatkan tak jauh dari posisinya berdiri. Undangan nampak serius, mendengarkan angka yang ditawarkan. Jika harga sesuai, buru-buru mengacungkan angka. Bak pasar, terjadi tawar menawar.


Itulah suasana lelang lukisan yang dilaksanakan oleh Cempaka Fine Art. Para tamu undangan bukan orang sembarangan. Mereka adalah para pemburu lukisan yang punya nilai seni yang tinggi. Saling tawar antar kolektor dari lukisan seharga puluhan sampai ratusan juta, jadi terlihat seru.


Lelang kali ini menghadirkan 111 perupa dengan jumlah hasil seninya mencapai 158 karya. Antara lain; Ahmad Zaki, Suraji, Ketut Teja Astawa, Jeihan Sumantoro, Hanafi, Rosid, Nyoman Gunarsa, Popo Iskandar, dan perupa lainnya.


Tak cuma lukisan, sebagian kecil saja karya berupa seni patung. Di antaranya milik Putu Adi Gunawan yang berjudul Aku Sayang Kamu, dan Wahyu Santoso pada karya patungnya bertajuk Peniup Slompret 3/5.


Pun buku koleksi Lee Man Fong mengenai lukisan dan patung koleksi Presiden Soekarno (Painting and Statues From The Collection Soekarno), 5 volume tahun 1964. Buku ini berada pada posisi nilai tawar Rp10 juta sampai Rp15 juta. Dan akhirnya terjual pada harga Rp9,5 juta.


Acara lelang berlangsung dua sesi, yakni sesi pertama pukul 13.00 WIB dan sesi kedua pada pukul 15.30 WIB. Untuk sesi pertama memperlihatkan 82 karya yang akan dilelang. Harga lukisan terendah karya Ismansyah dengan judul BCNU (Being Seing You) dan Ugo Untoro dengan judul Sudut Ruang Hijau. Kedua karya ini ditaksir harga minimal Rp5 juta.


Dari sesi pertama ini, lukisan dengan nilai tawar tertinggi bahkan sempat mencegangkan para kolektor, yakni milik Alit Sembodo yang berjudul Smack Down yang dibuat tahun 1999. Karya seniman yang meninggal pada usia 30 tahun ini, dihargai Rp320 juta. Angka ini melebihi harga tertinggi yang tercantum pada buku catalog sebesar Rp120 juta.


Saat terjadi lelang untuk lukisan karya Alit, suasana cukup seru. Setiap kolektor berupaya mengacungkan tangannya, saat juru lelang menyebutkan angka penawaran. Dari harga Rp70 juta, terus nilainya melambung. Seru. Kolektor yang kalah, memberikan aplaus kepada kolektor yang saling mengacungkan harga.


Karya Alit memang terlihat sederhana pada pewarnaannya. Dominasi warna hitam putih menjadi ketajaman lukisannya dibandingkan warna lainnya. Namun yang membuat hasil seninya mahal, goresan rumit setiap objek yang digambarnya. Lukisan berjudul Smack Down ini, memperlihatkan pertikaian yang terjadi pada semua sisi kehidupan.


Sedangkan pada sesi kedua, di mulai dari karya Arie Smit dengan judul The Village Temple, 2006 yang terjual seharga Rp48 juta dari harga terendah pada tawaran buku katalog Rp55 juta. Tawar menawar lelang yang cukup seru terjadi pada karya Dadang Christanto dengan judul Head With Red Dots. Lukisan bermediasi oil on canvas ini, tercantum pada buku catalog seharga Rp60 juta sampai Rp80 juta. Namun yang terjadi, lukisannya justru terjual Rp110 juta.


Pada sesi terakhir inilah, lukisan Agus Suwage menempatkan harga lelang paling tinggi dibandingkan seluruh karya seni yang dilelangnya. Karya Agus yang berjudul Dalai Lama buatan tahun 2008. Sosok dari tokoh Budhis Tibet ini, penawaran pembuka pada harga Rp500 juta hingga Rp750 juta. Lukisan berukuran 200 x 150 cm dari acrylic on canvas ini, akhirnya terjual dengan harga Rp700 juta. Wow…!
Reactions

Posting Komentar

2 Komentar

Anonim mengatakan…
asswrwb
sy punya buku koleksi lukisan dan patung soekarno lengkap 5 jilid
tp lagi butuh uang kira-kira bisa jual harga kayak di lelang gak ya...

utk keterangan lebih lanjut hubungi:
marina artiyasa
08815339107/0251-8327256
Unknown mengatakan…
Dear Bang Rusman

- ON AIR - Arjuna tanpa Cinta

Jogja - Semarang -jawa tengah ...tempat aku menguji mentalku..mental berenam tepatnya.karena aku dan ke lima temanku tergabung dalam satu TIM ..ON AIR band namanya..
tidak hanya berat,melelahkan,disela-sela aktifitasku .panggung menjadi kerinduan yang tak pernah surut,seperti satu kebutuhan hidup.sekian tahun berjuang di jalur Indie akhirnya ada sedikit kelegaan. musikku di terima di Jateng, ARJUNA lagu andalanku. merambah sampe cirebon ,bandung, bogor,bekasi, itupun feedback dari orang tak kukenal yang telp.setelah mrk membaca salah satu majalah musik saku( intro/akustik)setelah mereka mencari-cari siapa empunya lagu ARJUNA. yang mrk dpt dari bluetooth ke HP. bukan itu saja ,dari palembang,medan,palu,mojokerto,sidoarjo.kudus,jepara,brebes, mempererat pertemanan dengan kami ON AIR band meski hy via HP.

Namun aku sdr menyadari .tanpa materi, tanpa teman yg kualified di Label , tanpa manajemen , membuat aku keder, (ga mungkin Go Nasional batinku)
Bang Rusman, ulasan ulasan serta Liputan Bang Rusman, menggugah Aku Bram ON AIR yang punya beban moral sebagai leader ON AIR untuk membawa ON AIR ke dunia Musik Nasional, untuk berkeluh kepada Bang Rusman, meski aku blm kenal Bang Rusman, namun ada satu titik sinar mentari dari Blog Bang Rusman yang membuat tangan ini mengetikkan keluhku di halaman ini. begitu banyaknya para musisi Tanah air yang begitu hebat memang tidak menyurutkan langkahku untuk berjuang,
aku hanya berharap bisa mendapat temen dari media seperti Band Rus, seperti juga halnya bang Anton (majalah Gradasi,majalah lokal yang mensupport ON AIR), kritikan,masukan, Support,dll yang sangat aku butuhkan ,untuk memperkaya nyawa laguku....untuk membawa ON AIR band...Mengudara
seperti awal ikrar nama itu.
GBU
Regard
Bram - ON AIR
on_airband@yahoo.co.id
http//:www.sixteenhole/
Close Menu